Puisi @trilokon

Sebagian puisi di blog ini telah diposting di Kompasiana

Rindu Pada Mamak



Dua puluh lima tahun lamanya,
ia belum pernah pulang
ke kampung halamannya sendiri
di atas bukit di dekat telaga.

“Saya malu pada mamak
karena tidak bisa mencangkul
kebun mamak di seberang sana”
suara galau hatinya.

Entah kenapa, hari ini ada asa
yang merindu di ruang batinnya
“Mamakku sudah renta
di makan usia tapi masih kuat
menjaga tanah berkat di telaga itu”.

Seperti  berat untuk bersua
tapi sepotong rasa cinta ini
tak mudah bersembunyi  sudut hati.

Ia pun segera menyiapkan diri
untuk pulang meski harus
menerobos jejak hidupnya sendiri.

“Mamak, lihat anakmu pulang
bukan untuk mencangkul kebun mamak
tapi ada hadiah buat mamak”
katanya pada malam yang sepi.

Sesampainya di rumah
mamak-nya yang renta
tak bertenaga, memeluknya kuat.
Seperti sengatan terik matahari.

Sepotong kabut yang ia petik
dari gumpalan kabut pagi
ia serahkan kepada mamaknya
sebagai hadiah dari cintanya.

Wajah mamaknya sangat gembira sekali
menerima hadiah itu dari hati rindu-nya
“Anakku akhirnya pulang”
Desah lirih mamaknya terdengar hingga senja.

Desember 2011



Share:

No comments:

Post a Comment

Recent

Popular Posts

Blog Archive

Terbaru