Puisi @trilokon

Sebagian puisi di blog ini telah diposting di Kompasiana
  • Pengurbanan

    Ada tangis di setiap gerimis/Ada duka di setiap hujan/Ada rindu di setiap angin/Ada gundah di setiap mendung Lalu?

  • Setetes Embun

    Apa yang kau sebut rindu/ternyata hanya butiran embun/yang menempel di daun ilalang/di pagi hari.

  • Di Antara Dermaga dan Perahu

    Dermaga itu/untuk melabuhkan hari esok/dari cumbuan senja/bersama desahnya angin laut/yang hangat..

  • Jejak Kita

    Aku membutuhkan sepimu/Untuk memburu jejak kehidupanku/Yang pernah kutinggal di danau berwarna.

  • Jubah Hitam

    Tiba-tiba aku ingin melepas jubah buatanmu/Yang kau berikan saat aku wisuda sarjana/Ya, jubah hitam tanda kebanggaan kita.

Di Antara Dermaga dan Perahu



Dermaga itu 
untuk melabuhkan hari esok
dari cumbuan senja 
bersama desahnya angin laut 
yang hangat.

Perahu itu 
untuk mengayuh jejak hati
dari setiap gerimis
yang jatuh
pada lengkuh cinta.

2015
Share:

Jejak Kita


(1)

Aku membutuhkan sepimu
Untuk memburu jejak kehidupanku
Yang pernah kutinggal di danau berwarna
Di situ ada kubur dari lukalukaku.

Justru saat fajar menyingsing
Kau katakan padaku ingin membunuh sepimu
Dengan belati yang lama kau simpan di hati
Ah, kau punya jejak yang melukaiku.


(2)

Aku membutuhkan rindumu
Untuk memburu jejakku di gunung
Di sana di puncak itu aku tancapkan
Lukalukaku yang sangat tinggi

Justru di saat langit berbaju merah jingga
Kau tak mau mendaki karena kakimu luka
Ada darah tercecer di tanah lahirmu
Ah, kau tak kuat menjejak di gunung.

Sungguh, aku membutuhkan tubuhmu
Untuk mencari jejak perahu di samudera
Tanpamu angin akan menyapu ragaku
Dan hilang tanpa tinggalkan jejak.

2015



Share:

Kau dan Aku


Kau memberiku jalan setapak ke bulan
Dan aku melewatinya tanpa jejak
Karena kita adalah jembatan
Bukan air sungai yang penuh ombak.

Kau memberiku waktu untuk terbang
Dan aku mengepakkan sayap-sayapku
Karena kita adalah persinggahan
Bukan rumah tempat untuk berteduh.

Kau memberiku sebuah ruang batin
Dan aku menghiasinya dengan sejuta asa
Karena kita adalah sepi
Bukan mencari luka untuk berduka.

Kau memberiku sepotong telaga
Dan aku berlayar dengan desahku
Karena kita adalah dermaga baru
Bukan pelabuhan untuk berlabuh perahu.

Kau memberi iklas,
Aku menerima dengan tulus.

Penghujung 2015
Share:

Puisi Untukmu


Malam yang sepi,
Ajari aku mengunyah puisi hingga lembut
Dicerna oleh tulang-tulangku yang kaku
Sejak cintamu terbang dibawa angin pagi.

"Puisi itu ibadah harian
Harus dengan doa dan pasrah"

Malam yang dingin,
Ajari aku membakar puisi agar
hatiku mencair dalam api
Dan menghangati cinta kita.

"Puisi itu ibadah harian
harus punya agama dan keyakinan"

Malam ini memang sepi dan dingin
Kutuangkan puisi ini di cawan kosong
Agar kau pandai berpuisi
Menuntaskan rindu kita.

akhir november
2015

Share:

Mimpi

Semalam
kau sisakan
sepenggal asa.

Ya untukku,
sebelum mimpimu
mencumbui
luka-lukaku.

Ya untukku,
penuh gairah
hingga fajar
datang menjemput
rindu.

Ujung November 2015

Share:

Di Ujung Asa

Letakkan tubuhmu di atas awan,
selagi engkau masih bisa meraih mimpimu.

Letakkan letihmu di atas langit biru,
selagi engkau masih merindukan pelukan.

Letakkan cintamu di atas udara pagi,
selagi embun masih meneteskan rindu.

Letakkan dukamu di luar jendela
selagi dunia sedang mencari damai.

Letakkan seluruh pakaianmu di bulan
selagi awan telanjang menepi di ujung asa.

Padamu aku rindu.


Nopember 2015
Share:

Elegi Gunung



Terbakar sudah gunung itu
Dari sore hingga jingga
Menelan habis ilalang duka
Bersama hutanmu

Api itu musim kemarau
Memercik hati galau
Jauh dari kata cinta
Manusia sumber bencana

Cincin merah pada punggungmu
Menyebar hingga sesak napas
Gunung itu berjubah hitam
Seperti pakaian wisudamu

Gunung itu masa lalu
Lanskap yang indah
Banyak hujan pujian
Payung sejuk orang pilu

Tercukur sudah indahnya
Kulitnya terkelupas
Hingga relung hatinya
Totonan sepi sang langit

Hujan datanglah segera
Seperti cinta bernafsu
Agar pulihkan semua
Jadi biasa lagi

Aku bukan seperti dulu
Dulu bukan seperti aku


September 2015

Share:

Sajak Jejak

Ia adalah sajak
Sesak napasnya
Mencari jejak
Setiap melangkah

Di pinggir kota
Semangatnya meronta
Hingga di perbatasan
Laut dan sepi

Memasuki kota
Gerah menetes
Hingga ia berdiri
Di atas bukit

Ia adalah jejak
Pada jalan setapak
Melompat jauh
Meninggalkan sajak

Hutan dimasukinya
Belantara menangis
Adat menumpangi agama
Perang suku membunuh

Tetiba rindu
Bulan menari hari
Lebatnya luas
Memuncak naif

Ia adalah jubah
Merampas ganas
Kata kata suci
Dari puisi lirih

Jejak itu pilihan
Dilema bulan
Disakiti mentari
Tak punya hati

Tidak susah mencarinya
Bahagia itu sederhana
Hanya kemauan
Ia adalah sajak

2015

Share:

Jubah Hitam



Tiba-tiba aku ingin melepas jubah buatanmu
Yang kau berikan saat aku wisuda sarjana
Ya, jubah hitam tanda kebanggaan kita
Bukan karena gerah tapi karena kau ada

Aku ingat saat wisuda dua puluh lima tahun lalu
Semua mata melototi jubah hitammu yang kupakai
Dan cuma aku yang berjubah hitam saat itu
Yang lain memakai setelan jas ala eksekutif muda

Ketika tiba giliranku maju di atas panggung
Semua orang berdiri dan berteriak kencang
menghojat jubah hitamku yang menempel tubuhku
"Lepaskan lepaskan itu jubah hitam"

Di hadapan peristiwa itu, aku malu bukan karena mereka
Tapi malu padamu, yang telah memberiku jubah
Aku tahu kau jahit jubah itu sejak aku masih kecil
Tanpa kusadari kau siapkan untuk wisudaku

Jubah hitammu memang sudah kulepas
Seperti permintaan mereka dulu di atas panggung
Kau pasti kecewa tapi mereka tertawa bebas
Seolah-olah aku sudah keluar dari penjara

Sekarang aku mengikuti mereka
Berpakaian jas bergaya eksekutif muda
Supaya tak ada yang menyebut aku
Eksekutif muda berjubah hitammu

Hitam putih jubah kita

2015

Share:

Kini dan Esok

Selamat datang kawan, itulah kataku
Yang kusematkan pada ujung puisiku
Sebagai ucapan penyambung dari kata akhirku
Dua puluh tahun lalu sejak kita berpisah

Waktu itu kau selalu membisikkan kata cinta
Begitu dekat pada daun telingaku hingga terasa geli
Padahal aku bukan kekasih gelapmu
Bukan pula tambatan hatimu apalagi

Memang kuakui waktu itu wajahku manis saat menyapa
Saat aku harus diam tak berkata, kau masih selipkan cinta
Berkali-kali kukatakan cintaku hanya padaNya
Tapi kau seperti pemburu garang yang berburu di hutan

Sekarang aku sudah lelah mencari jejak perahu
Yang tak kunjung kutemukan di katakata cintamu
Aku bukan orang yang diburu lagi di mimpimu
Tetapi aku orang yang duduk di catatan pinggiran rumahmu

Selamat datang kawan, mari duduk di teras senja
Masih longgar untuk mengisi asa kita
Biarkan semua kata-kata cintamu lewat meniti awan
Karena hanya dua kata, kini dan esok

2015

Share:

Di Antara Jejak



Katamu dermaga yang kaupijak itu
Berpindah tak menentu seperti angin
Mengibarkan lelah pada pohon rindu
Yang tumbuh di ruang dan waktu

Katamu jejak perahu itu tak pernah ada
Hanya lamunan masa lalu yang ciptakan ombak
Menggulung semua buih kecewa
Di sela langit dan doa lama

Katamu daripada memburu luka bernanah
Lebih baik naik perahu sambil menoreh cakrawala
Senja pun akan bangkit tinggalkan resah malam
Tatap pagi mencari bumi berpijak

Selamat datang kawan!

2015


Share:

Recent

Popular Posts

Blog Archive

Terbaru