Puisi @trilokon

Sebagian puisi di blog ini telah diposting di Kompasiana
  • Pengurbanan

    Ada tangis di setiap gerimis/Ada duka di setiap hujan/Ada rindu di setiap angin/Ada gundah di setiap mendung Lalu?

  • Setetes Embun

    Apa yang kau sebut rindu/ternyata hanya butiran embun/yang menempel di daun ilalang/di pagi hari.

  • Di Antara Dermaga dan Perahu

    Dermaga itu/untuk melabuhkan hari esok/dari cumbuan senja/bersama desahnya angin laut/yang hangat..

  • Jejak Kita

    Aku membutuhkan sepimu/Untuk memburu jejak kehidupanku/Yang pernah kutinggal di danau berwarna.

  • Jubah Hitam

    Tiba-tiba aku ingin melepas jubah buatanmu/Yang kau berikan saat aku wisuda sarjana/Ya, jubah hitam tanda kebanggaan kita.

Rindu Pada Mamak



Dua puluh lima tahun lamanya,
ia belum pernah pulang
ke kampung halamannya sendiri
di atas bukit di dekat telaga.

“Saya malu pada mamak
karena tidak bisa mencangkul
kebun mamak di seberang sana”
suara galau hatinya.

Entah kenapa, hari ini ada asa
yang merindu di ruang batinnya
“Mamakku sudah renta
di makan usia tapi masih kuat
menjaga tanah berkat di telaga itu”.

Seperti  berat untuk bersua
tapi sepotong rasa cinta ini
tak mudah bersembunyi  sudut hati.

Ia pun segera menyiapkan diri
untuk pulang meski harus
menerobos jejak hidupnya sendiri.

“Mamak, lihat anakmu pulang
bukan untuk mencangkul kebun mamak
tapi ada hadiah buat mamak”
katanya pada malam yang sepi.

Sesampainya di rumah
mamak-nya yang renta
tak bertenaga, memeluknya kuat.
Seperti sengatan terik matahari.

Sepotong kabut yang ia petik
dari gumpalan kabut pagi
ia serahkan kepada mamaknya
sebagai hadiah dari cintanya.

Wajah mamaknya sangat gembira sekali
menerima hadiah itu dari hati rindu-nya
“Anakku akhirnya pulang”
Desah lirih mamaknya terdengar hingga senja.

Desember 2011



Share:

Jejak Langit

seorang anak kecil berpakaian lusuh
menemukan secarik kertas putih
di bawah dermaga tempat bermainnya
kertas lusuh warna putih digenggamnya

segera dermaga di pinggir laut itu
ia tinggalkan dalam sepi
berlari menuju ke rumah sambil berteriak
"mama..mama aku punya kertas"

tampak heran wajah mamanya
"dari mana adik dapat kertas ini?
tanya mama sambil menerima kertas
"di bawah dermaga sana" jawab si kecil

tiba-tiba butiran air mata mama berjatuhan
membasahi kertas putih anaknya
"mengapa menagis ma?" si kecil bertanya
tangan mama menunjuk pada langit

si kecil mendongak ke langit
gumpalan awan putih resah menggantung
seakan runtuh tanpa pegangan
tak ada lagi jejak langit buat si kecil

(2008)
Share:

Mencari Jejak Perahu

kulihat kaki-kakimu tampak mulai resah
berdiri kaku di ujung dermaga
tempat aku biasa mengguyur tubuh debuku

hatiku cemas meremas keinginan masa laluku
pada dermaga yang kau injak sekarang
ada noktah bernanah di jalan senjamu

mencari jejak-jejak perahu yang kau tumpangi
ketika gerimis menusuk kalbuku
 
aku ingin mendekat pada dermagamu itu
aku ingin menggapai perahu-perahumu
memagari jejak-jejaknya hingga lapar
 
dan peluh yang mengucur ditelan ombak
mengapa tak kau sisakan jejakmu
supaya aku tidak lelah pada desahku
 
kaki-kakimu memburuku untuk mencari
jejak-jejak perahu hingga aku bisa mengabadikan
dalam kenangan hidupku.

2008
Share:

Jejak Perahu Pagi

1

Membuka mata,
membuka jendela pagi,
melepas mimpi,

menghela napas,
meretas jejak kaki.

Siapkan perahu,
karena kau dan aku
akan berlayar jauh,

meniti cakrawala,
mengais pelangi.

 Siapkan perahu
mari berdiri tegak
mengepakkan sayap.

Jejakmu bukan bisu,
bukan rindu yang kau cari,

tetapi di perbatasan senjamu
bocah kecil menunggu.


2

Kembali suara hujanmu
seperti irama jazz kesukaanku.

Menerpa harpa kolaborasi alam sekitar.
Kau tak peduli kepada siapa pun.

Kau keraskan musik basahmu,
hingga makin liar rasa lapar rinduku.

Tak ada kehangatan tersisa bagi kita.
Hanya risih dingin membeku di ruang batin.

Oh malam, janganlah diam di sana.
Kemarilah bawakan segelas rasa rindu

agar kita terlelap
sambil meniduri tumpukan duka.


Desember 2011
Share:

Dermaga


untuk pergi ke dermaga itu
aku harus turun dari lereng gunung
menyibak hutan rindu bertahun-tahun
melepas hangatnya baju pemberianmu

dermaga itu ada di laut utara
sedangkan pondok rumahku ada di gunung
lelah perjalanan sudah biasa
seperti lelahnya napas udara ini

setibanya di dermaga itu
seperti katamu, duduklah diujungnya
kaki menggelantung bak perahu terapung-apung
sejenak aku menatap wajah lautmu yang muram

segumpal rindu pernah kau jatuhkan dari dermaga ini
itu lama ketika muka ranummu menggodaku
meski sudah lama namun asaku selalu lekat di ujung pancing
bulan dan malam menjadi sahabat selalu senyum

inilah dermaga perahuku.

(2011)
Share:

Siluet Perahu Kecilku


Saat aku sedang belajar di meja kecilku
Tiba-tiba bapakku datang, katanya,
“Lagi belajar apa, Nak?”
Suara beratnya masuk lorong telingaku.

Jawabku dengan penuh semangat,
“Menggambar perahu, Pak!”
Tanpa melepas pensil gambar,
 aku terus goreskan perahu di atas kertas.

Tapi, belum sempat melihat wajahnya
Bapakku sudah pergi begitu cepat
Seperti senja menutup tabir malam
Tak ada lagi siluet tersisa untuknya.

Sesungguhnya, aku ingin bercerita
bagaimana menggambarkan jejak perahu
yang terombang-ambing oleh ombak
dan menyibak koyak selembar layar.

Akhirnya kujawab sendiri dengan
menorehkan pensil  di relung hatiku
membentuk perahu  dan ombak yang
berlayar membawa sisa asaku.

Bapakku telah pergi entah kemana
kertas putih bernoktahkan perahu itu
tidak sempat dilihatnya pada pagi hari
karena Ibu guruku memintanya di kelas.

(2011)




Share:

Nyanyian Ombak dan Karang



kembali aku berdiri di atas dermaga
pada senja itu perahu-perahu mulai menderu
kembali mesin dihidupkan untuk berlayar
pada ombak dan karang, yang diarungi

kutatap cakrawala memerah pada garis bumi
di antara langit dan laut terbentang kisah
kutatap desah yang tak kesampaian saat lengah
pada lelah perjalanan mengisi ruang batin

“adinda, naiklah perahu itu dan jangan risi
pada ombak dan karang yang menghadang
adinda, pada layar putih perahu yang membentang
ada asa yang menjala rembulan sunyi”

aku dan adinda adalah nyanyian ombak dan karang
merdu terdengar di antara jejak perahu
aku dan adinda adalah nyanyian ombak dan karang
yang setiap pagi terdengar lewat jendela hati

“adinda, naiklah perahu itu dan jangan risi
pada jejak perahunya yang tergulung ombak
karena aku tahu hatimu tulus dan suci
melantunkan nyanyian ombak dan karang kita”

aku masih berdiri di atas demaga sendiri
mengumpulkan sunyi buat adinda agar esok tetap ada
lagu yang adinda nyanyikan itu ada di ruang batin
antara ketulusan dan kejujuran pada kasih

“selamat malam adinda”


(2011)

Share:

Recent

Popular Posts

Blog Archive

Terbaru